loading...

Pemindahan Hutang (Hiwalah) Pengertian, Rukun dan syaratnya dalam Islam

Assalamu'alaikum Wr Wb
Menurut bahasa, yang dimaksud dengan hiwalah ialah al-intiqal dan al-tahwil, artinya adalah memindahkan atau mengoperkan. Maka Abdurrahman al-Jaziri, berpendapat bahwa yang dimaksud dengan hiwalah menurut bahasa adalah : "Pemindahan dari satu tempat ke tempat yang lain".
Menurut Istilah hiwalah menurut Hanafiyah adalah : "Memindahkan tagihan dari tanggung jawab yang berutang kepada yang lain yang punya tanggung jawab kewajiban pula".

Rukun dan Syarat Hiwalah
Menurut Hanafiyah, rukun hiwalah hanya satu, yaitu ijab dan kabul yang dilakukan antara yang menghiwalahkan dengan yang menerima hiwalah. 

Menurut Hanafiyah, Syarat-syarat hiwalah yaitu :
  1. Orang yang memindahkan utang (muhilf) adalah orang yang berakal, maka batal hiwalah yang dilakukan muhil dalam keadaan gila atau masih kecil.
  2. Orang yang menerima hiwalah (rah al-dayn) adalah orang yang berakal, maka batallah hiwalah yang dilakukan oleh orang yang tidak berakal.
  3. Orang yang dihiwalahkan (mahal'alah) juga harus orang berakal dan disyaratkan pula dia meridhainya.
  4. Adanya utang muhil kepada muhal alaih
Menurut Syafi'iyah, rukun hiwalah itu ada empat, yaitu :
  1. Muhil, adalah orang yang menghiwalahkan atau orang memindahkan utang.
  2. Muhtal, adalah orang yang dihiwalahkan, yaitu orang yang mempunyai utang kepada muhil.
  3. Muhal'alaih adalah orang yang menerima hiwalah.
  4.  Shighat hiwalah adalah ijab dari muhil dengan kata-katanya, " aku hiwalahkan utangku yang hak bagi engkau kepada sianu" dan kabul dari muhtal dengan kata-katanya. "aku terima hiwalah engkau".
Menurut Sayyid Sabiq, syarat hiwalah adalah sebagai berikut :
  1. Relanya pihak mihil dan mahal tanpa muhal'alaih, jadi yang harus rela itu muhil dan muhal'alaih. Bagi muhal'alaih rela maupun tidak rela, tidak akan mempengaruhi kesalahan hiwalah. Ada juga yang megatakan bahwa muhal tidak disyaratkan rela, dan yang harus rela adalah muhil, hal ini karena Rasulullah SAW bersabda yang artinya : "dan jika salah seorang diantara kamu dihiwalahkan kepada orang yang kaya, maka terimalah". 
  2. Samanya kedua hak, baik jenis maupun kadarnya, penyelesaiannya, tempo waktu, kualitas, dan kuantitasnya.
  3. Stabilnya muhal'alaih, maka penghiwalahan kepada orang yang tidak mampu membayar utang adalah batal.
  4. Hak tersebut diketahui secara jelas.
     Apabila hiwalah berjalan sah, dengan sendirinya tanggung jawab muhil gugur. Andaikata muhal'alaih mengalami kebangkrutan atau membantah hiwalah atau meninggal dunia, maka muhal tidak boleh kembali lagi kepada muhil, hal ini adalah pendapat ulama jumhur.
        Menurut mazhab Maliki, bila muhil telah menipu muhal, ternyata muhal'alaih orang fakir yang tidak memiliki sesuatu apapun untuk membayar, maka muhal boleh kembali lagi kepada muhil. Menurut imam Malik, orang yang menghiwalahkan utang kepada orang lain, kemudian muhal'alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia dan ia belum membayar kewajiban, maka muhal tidak boleh kembali kepada muhil.
         Abu Hanifah, Syarih, dan Utsman berpendapat bahwa dalam keadaan muhal'alaih mengalami kebangkrutan atau meninggal dunia maka orang yang mengutangkan (muhal) kembali lagi kepada muhil untuk menagihnya. (lihat, Sayyid sabiq, fiqh al-sunnah hlm.44).

Subscribe to receive free email updates:

0 Response to "Pemindahan Hutang (Hiwalah) Pengertian, Rukun dan syaratnya dalam Islam"

Post a Comment