BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di semua masyarakat
yang pernah dikenal, hampir semua orang hidup terikat dalam jaringan kewajiban
dan hak keluarga yang disebut hubungan peran (role relations). Seseorang
disadarkan akan adanya hubungan peran tersebut karena proses sosialisasi yang
sudah berangsung sejak masa kanak-kanak, yaitu suatu proses dimana ia belajar
mengetahui apa yang dikehendaki oleh anggota keluarga lain daripadanya, yang
akhirnya menimbulkan kesadaran tentang kebenaran yang dikehendaki.
Perkembangan
karakter seorang anak dipengaruhi oleh perlakuan keluarga terhadapnya. Karakter
seseorang terbentuk sejak dini, dalam hal ini peran keluarga tentu sangat
berpengaruh. “Keluarga merupakan kelompok sosial terkecil dalam masyarakat.
Bagi setiap orang keluarga (suami, istri, dan anak-anak) mempunyai proses
sosialisasinya untuk dapat memahami, menghayati norma, budaya yang berlaku dalam masyarakatnya.”
Seiring dengan
perkembangan zaman, pendidikan moral dalam keluarga mulai luntur. Arus
globalisasi menyerang di segala aspek kehidupan bermasyarakat, tidak hanya
masyarakat kota tetapi juga masyarakat pedesaan. Dengan demikian, tidak dapat
dipungkiri maka muncullah
kenakalan-kenakalan remaja, untuk itu, peran kelurga sangat besar
sebagai penentu terbentuknya moral manusia-manusia yang dilahirkan.
2
Rumusan Masalah
1.
Peran Keluarga Sebagai
Sarana Kontrol Sosial?
2.
Kenakalan
Remaja?
3.
Sosialisasi Norma Dan Budaya?
BAB II
PEMBAHASAN
1
Peran Keluarga Sebagai Sarana Kontrol Sosial
Menurut Agama Islam
keluarga adalah suatu kesatuan yang padu dan kuat ikatan kerabatnya. Sehingga,
harus ada kerja sama yang cukup diantara anggota-anggotanya. Mereka semua harus
mengetahui hak dan kewajibannya. Bahkan Islam telah menyelami lebih dalam lagi
mengenai hak-hak dan kewajiban-kewajiban ini, dengan menekankan kepada anggota
keluarga supaya saling berkasih sayang dan tidak mementingkan diri sendiri.
Al-Quran telah menjelaskan mengenai susunan keluarga yang bertalian dengan
kasih sayang dan kerabat, dengan firman Allah:
ولا تنسوا الفضل بينكم (البقرة )
“Dan janganlah kamu
melupakan keutamaan diantara kamu.” (QS. Al-Baqarah: 237).
Dari ayat ini dapat
diambil kesimpulan, bahwa undang-undang, hak-hak, dan kewajiban-kewajiban
diantara keluarga, bahkan anggota sesama masyarakat Islam seluruhnya, adalah
rasa kasih sayang, salingbertenggang rasa, dan mengutamakan orang lain.[1]
Untuk lebih jelasnya, keluarga memiliki peran besar dalam membentuk karakter seseorang kaitannya
dengan perilaku sosial yang dilakukannya dalam masyarakat. Sebagai tempat
pendidikan anak yang pertama dan utama, aturan dan kedisiplinan yang diterapkan
dalam keluarga akan sangat memengaruhi sikap dan dan perilaku seseorang. Keluarga memang bisa digunakan
sebagai sarana/lembaga pengendalian sosial. Hal ini sangat terkait dengan
fungsi dari Pranata Keluarga. Dalam buku karangan D.Narwoko, disebutkan beberapa fungsi pranata.[2]
Fungsi Dari Pranata Keluarga, Yaitu:
1. fungsi pengaturan keturunan.
2. fungsi
sosialisasi dan pendidikan.
3. fungsi
ekonomi
4. fungsi
proteksi
5. fungsi penentuan status.
6. fungsi
pemeliharaan.
7. fungsi afeksi.
Untuk melakukan pengendalian sosial dapat dilakukan
dengan alat pengendalian sosial yang disebut pendidikan. Salah satu fungsi
keluarga adalah pendidikan, maka keluarga dapat digunakan untuk melakukan
pengendalian sosial.
Pengendalian sosial yang dilakukan oleh keluarga
dapat cara persuasif, misalnya anak diajarkan tentang nilai-nilai sosial yang
berlaku di masyarakat. Juga pengendalian sosial oleh keluarga dapat bersifat
preventif, artinya suatu upaya yang dilakukan oleh keluarga untuk mencegah
terjadinya pelanggaran sosial yang dilakukan oleh anggota keluarga.
Secara umum pengendalian sosial di keluarga
dilakukan oleh orang tua terhadap anak. Namun dapat juga terjadi sebaliknya,
seorang anak dapat melakukan pengendalian sosial terhadap orang tuanya, yang
dinilai akan/telah melakukan pelanggaran terhadap norma yang berlaku. Karena
pada hakekatnya pranata ( pranata keluarga ) merupakan kesatuan sosial yang
tidak dapat dipisahkan antara anggota keluarga yang satu dengan yang lain.[3]
2 Kenakalan Remaja
a Pengertian
kenakalan remaja menurut para ilmuan sosiologi adalah sebagai berikut:
1
Kartono, dalam bukunya
mengartikan adalah; “Kenakalan
Remaja atau dalam bahasa Inggris dikenal
dengan istilah juvenile delinquency merupakan gejala patologis sosial
pada remaja yang disebabkan oleh satu bentuk pengabaian sosial. Akibatnya,
mereka mengembangkan bentuk perilaku yang menyimpang”.[4]
- Menurut Santrock dalam bukunya; “Kenakalan remaja merupakan kumpulan dari berbagai perilaku remaja yang tidak dapat diterima secara sosial hingga terjadi tindakan kriminal.”
Sedangkan Menurut
Paul Moedikdo,SH kenakalan
remaja adalah :
1. Semua perbuatan yang dari orang dewasa merupakan
suatu kejahatan bagi anak-anak merupakan kenakalan jadi semua yang dilarang
oleh hukum pidana, seperti mencuri, menganiaya dan sebagainya.
2.
Semua perbuatan penyelewengan dari norma kelompok tertentu untuk menimbulkan
keonaran dalam masyarakat.
3.
Semua perbuatan yang menunjukkan kebutuhan perlindungan bagi sosial.[5]
Penyebab terjadinya kenakalan remaja
Perilaku ‘nakal’ remaja bisa disebabkan oleh faktor
dari remaja itu sendiri (internal)
maupun faktor dari luar (eksternal).
Adapun Faktor
internal
adalah sebagai berikut:
- Krisis identitas: Perubahan biologis dan sosiologis pada diri remaja memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi. Pertama, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya. Kedua, tercapainya identitas peran. Kenakalan ramaja terjadi karena remaja gagal mencapai masa integrasi kedua.
- Kontrol diri yang lemah: Remaja yang tidak bisa mempelajari dan membedakan tingkah laku yang dapat diterima dengan yang tidak dapat diterima akan terseret pada perilaku ‘nakal’. Begitupun bagi mereka yang telah mengetahui perbedaan dua tingkah laku tersebut, namun tidak bisa mengembangkan kontrol diri untuk bertingkah laku sesuai dengan pengetahuannya.
Sedangkan Faktor
eksternal
adalah sebagai berikut:
- Keluarga dan Perceraian orangtua, tidak adanya komunikasi antar anggota keluarga, atau perselisihan antar anggota keluarga bisa memicu perilaku negatif pada remaja. Pendidikan yang salah di keluarga pun, seperti terlalu memanjakan anak, tidak memberikan pendidikan agama, atau penolakan terhadap eksistensi anak, bisa menjadi penyebab terjadinya kenakalan remaja.[6]
- Teman sebaya yang kurang baik
- Komunitas/lingkungan tempat tinggal yang kurang baik.
Factor lingkungan. Lingkungan adalah factor yang
paling mempengaruhi prilaku dan watak anak, jika dia hidup dan berkembang di
lingkungan yang buruk maka akhlaknyapun akan seperti itu adanya, begitu juga
sebaliknya jika dia berada di lingkungan yang baik maka ia akan menjadi baik
pula.[7]
Faktor-faktor lain penyebab kenakalan remaja
-
Reaksi frustasi diri
-
Gangguan berpikir dan intelegensia pada diri remaja
-
Kurangnya kasih sayang orang tua / keluarga
-
Kurangnya pengawasan dari orang tua
-
Dampak negatif dari perkembangan teknologi modern
-
Dasar-dasar agama yang kurang.
-
Tidak adanya media penyalur bakat/hobi
-
Masalah yang dipendam
-
Broken home
-
Pengaruh kawan sepermainan
-
Relasi yang salah
-
Lingkungan tempat tinggal
-
Informasi dan tehnologi yang negatif
-
Pergaulan.
c.
Cara mengatasi kenakalan remaja:
- Kegagalan mencapai identitas peran dan lemahnya kontrol diri bisa dicegah atau diatasi dengan prinsip keteladanan. Remaja harus bisa mendapatkan sebanyak mungkin figur orang-orang dewasa yang telah melampaui masa remajanya dengan baik juga mereka yang berhasil memperbaiki diri setelah sebelumnya gagal pada tahap ini.
- Adanya motivasi dari keluarga, guru, teman sebaya untuk melakukan point pertama.
- Kemauan orangtua untuk membenahi kondisi keluarga sehingga tercipta keluarga yang harmonis, komunikatif, dan nyaman bagi remaja.
- Remaja pandai memilih teman dan lingkungan yang baik serta orangtua memberi arahan dengan siapa dan di komunitas mana remaja harus bergaul.
- Remaja membentuk ketahanan diri agar tidak mudah terpengaruh jika ternyata teman sebaya atau komunitas yang ada tidak sesuai dengan harapan.
- Pemberian ilmu yang bermakna yang terkandung dalam pengetahuan dengan memanfaatkan film-film yang bernuansa moral, media massa ataupun perkembangan teknologi lainnya.
- Memberikan lingkungan yang baik sejak dini, disertai pemahaman akan perkembangan anak-anak kita dengan baik, akan banyak membantu mengurangi kenakalan remaja.
- Membentuk suasana sekolah yang kondusif, nyaman buat remaja agar dapat berkembang sesuai dengan tahap perkembangan remaja.
3. Sosialisasi Norma dan Budaya
a. Pengertian Sosialisasi
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia, sosialisasi berarti suatu proses belajar seorang anggota masyarakat
untuk mengenal dan menghayati kebudayaan masyarakat dilingkungannya.
Mengenai definisi sosialisasi ini
dapat pula dikutip pendapat beberapa ahli:
1.
Menurut Bruce J Cohen: Sosialisasi yaitu proses
dimana manusia mempelajari tata cara kehidupan dalam masyarakatnya, untuk
memperoleh kepribadian dan membangun kapasitas untuk berfungsi, baik sebagai
individu maupun anggota masyarakat,
2.
Menurut David Gaslin: Sosialisasi adalah proses
belajar yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan
norma, agar dapat berpartisipasi sebagai anggota masyarakat.
3.
Menurut Soerjono Soekanto: Sosialisasi merupakan
proses mengkomunikasikan kebudayaan kepada warga yang baru.
4.
Prof.
Dr. Nasution, S.H.Sosialisasi adalah proses membimbing individu ke dalam dunia
sosial (sebagai warga masyarakat yang dewasa).
5.
Sukandar
Wiraatmaja
Sosialisasi
adalah proses belajar mulai bayi untuk mengenal dan memperoleh sikap,
pengertian, gagasan dan pola tingkah laku yang disetujui oleh masyarakat.
6.
Jack
Levin dan James L. Spates
Sosialisasi
adalah proses pewarisan dan pelembagaan kebudayaan ke dalam kepribadian
individu.
7.
John
C. Macionis
Sosialisasi
adalah pengalaman sosial seumur hidup di mana individu dapat mengembangkan
potensinya dan mempelajari pola-pola kehidupan .
Senada dengan
hal pendapat tersebut, Rubington dan Winberg (1999) mendifinisikan masalah
sosial sebagai berikut :
” Social problems as an alleged situation
that is incompaible with the values of significant number of people who agree
that action is needed to alter the situation”.
Definisi
tersebut menyebutkan bahwa masalah sosial yang diduga dan dianggap oleh banyak
orang bertentangan dengan nilai, sehingga mereka setuju adanya tindakan untuk
mengatasi atau menghilangkan situasi tersebut. Berdasarkan definisi di atas,
maka terdapat berbagai unsur dari pengertian masalah sosial yaitu :
- Situasi. Masalah sosial merupakan suatu situasi, namun sembarang situasi. Masalah sosial adalah situasi yang diduga atau dianggap menggangu atau tidak mengenakkan orang lain. Situasi bermasalah juga dapat menggambarkan adanya ketimpangan atau kesenjangan anatar situasi yang diharapkan dengan situasi nyata ( a significant discrepancy between standart and social actuality) situasi tersebut dapat bernuansa mikro, meso, makro; serta berkonteks lokal, regional, nasional dan internasional.
- Orang. Dalam masalah sosial paling tidak terdapat tiga pihak yang terlibat. Pihak pertama adalah orang yang memahami masalah sosial atau melakukan pelanggaran (client). Pihak kedua adalah orang uang menjadi korban masalah tersebut ( victim). Pihak ketiga adalah orang yang berkaitan dengan permasalahan dan menilai situasi tersebut sebagai situasi yang bermasalah (significant others).[8]
- Norma dan nilai. Dalam masalah sosial terdapat norma dan nilai yang dilanggar, padahal norma dan nilai seharusnya dijunjung tinggi dan dijadikan landasan dalam berperilaku. Jadi kalau ada individu yang melanggar norma dan nilai, maka individu lain akan bereaksi terhadap pelanggaran tersebut.
- Tindakan. Jika ada masalah sosial, maka orang mengharapkan ada tindakan untuk menghadapi dan memecahkan masalah sosial tersebut (problems solving and coping) Tindakan tersebur dapat dilakukan oleh mereka sendiri atau pihak lain.
Sosialisasi norma, dan budaya,
dapat ditempuh seorang individu melalui proses belajar untuk memahami,
menghayati, menyesuaikan, dan melaksanakan suatu tindakan sosial yang sesuai dengan
pola perilaku masyarakatnya. Sosialisasi ditempuh seorang individu secara
bertahap dan berkesinambungan, sejak ia dilahirkan hingga akhir hayatnya.
Sosialisasi erat sekali kaitannya
dengan enkulturasi atau proses pembudayaan, yaitu suatu proses belajar seorang
individu untuk belajar mengenal, menghayati, dan menyesuaikan alam pikiran
serta sikapnya terhadap sistem adat dan norma, serta semua peraturan dan
pendirian yang hidup dalam lingkungan kebudayaan masyarakatnya.
Berdasarkan jenisnya, sosialisasi dibagi menjadi dua: sosialisasi primer
(dalam keluarga) dan sosialisasi sekunder (dalam masyarakat). Menurut Goffman, kedua
proses tersebut berlangsung dalam institusi total, yaitu tempat tinggal dan
tempat bekerja. Dalam kedua institusi tersebut, terdapat sejumlah individu
dalam situasi yang sama, terpisah dari masyarakat luas dalam jangka waktu kurun
tertentu, bersama-sama menjalani hidup yang terkukung, dan diatur secara
formal.
Jenis
Pertama, Sosialisasi primer
Peter L. Berger dan Luckmann mendefinisikan sosialisasi
primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa kecil dengan
belajar menjadi anggota masyarakat (keluarga). Sosialisasi primer berlangsung
saat anak berusia 1-5 tahun atau saat anak belum masuk ke sekolah. Anak mulai mengenal anggota keluarga dan
lingkungan keluarga. Secara bertahap dia mulai mampu membedakan dirinya dengan
orang lain di sekitar keluarganya.[9]
Dalam tahap ini, peran orang-orang yang terdekat dengan anak menjadi sangat
penting sebab seorang anak melakukan pola interaksi secara terbatas di dalamnya. Warna kepribadian anak akan
sangat ditentukan oleh warna kepribadian dan interaksi yang terjadi antara anak
dengan anggota keluarga terdekatnya.
Jenis kedua
Sosialisasi sekunder
Sosialisasi sekunder adalah suatu proses sosialisasi lanjutan setelah
sosialisasi primer yang memperkenalkan individu ke dalam kelompok tertentu
dalam masyarakat. Bentuk-bentuknya adalah resosialisasi dan desosialisasi.
Dalam proses resosialisasi, seseorang diberi suatu identitas diri yang baru.
Sedangkan dalam proses desosialisasi, seseorang mengalami 'pencabutan'
identitas diri yang lama.
Tipe sosialisasi, Setiap kelompok masyarakat mempunyai standar dan nilai yang berbeda.
contoh, standar 'apakah seseorang itu baik atau tidak' di sekolah dengan di
kelompok sepermainan tentu berbeda. Di sekolah, misalnya, seseorang disebut baik apabila nilai ulangannya di atas tujuh
atau tidak pernah terlambat masuk sekolah. Sementara di kelompok sepermainan,
seseorang disebut baik apabila solider dengan teman atau saling membantu.
Perbedaan standar dan nilai pun tidak terlepas dari tipe sosialisasi yang ada.
Menurut
Berry, unsur pokok dari norma yaitu tekanan sosial terhadap anggota-anggota
masyarakat untuk menjalankan norma-norma tersebut. Jika aturan-aturan tidak
dikuatkan oleh desakan sosial, maka tidak dapat disebut norma sosial.
Adanya
desakan sosial itu merupakan ciri, bahwa norma-norma itu benar-benar telah menjadi
norma sosial, sebab norma disebut sebagai norma sosial bukan saja karena telah
mendapatkan sifat kemasyarakatannya akan tetapi telah dijadikan patokan dalam
perilaku.
Dalam kehidupan masyarakat
sehari-hari, kebudayaan merupakan perangkat yang dihasilkan oleh suatu bentuk
kehidupan bersama. Selanjutnya, kebudayaan digunakan sebagai pedoman hidup,
artinya sebagai sarana untuk menyelenggarakan seluruh tata kehidupan warga
masyarakat tersebut. Oleh sebab itu, kebudayaan senantiasa dirombak dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan situasi yang ada didalam masyarakat. Bagi
generasi baru, kebudayaan berfungsi membentuk atau mencetak pola-pola prilaku
yang selanjutnya akan membentuk suatu kepribadian yang tetap dank has. Jadi’
jelaslah bahwa kebudayaan merupakan mesin atau komponen yang akan menentukan
bagaiman corak kepribadian dari warga masyarakat. Proses ini dinamak social determinism.
Pada masyarakat pedesaan
kehidupannya masih kental dengan sifat gotong royong, budaya ini akan
mempengaruhi dan membentuk kepribadian masyarakat pedesaan dengan karakter
solidaritas tinggi, rela berkorban, peka terhadap masalah dilingkungan
sosialnya.
Adapun masyarakat kota dengan
struktur budaya yang lebih majemuk dan maju, mempunyai karakteristik berbeda
dengan masyarakat pedesaan. Masyarakat kota mempunyai suatu system tata nilai
yang memberikan penghargaan terhadap harkat dan martabat seseorang tidak lagi berdasarkan
baik buruknya prilaku seperti pada masyarakat pedesaan, melainkan ditentukan
oleh kemampuan kerja atau prestasi kerja serta kepemilikan harta benda.
System tata nilai ini
mempengaruhi pribadi-pribadi masyarakat kota dengan karakteristik menghargai
waktu, giat menuntun kemajuan dan kurang menghargai kebersamaan dengan orang
lain.
Dari uraian di atas terlihatlah
bahwa kepribadian individu sangat dipengaruhi oleh corak budaya yang ada dalam
masyarakatnya. Struktur budaya yang ada memang tidak semuanya diserap dan
diterima oleh individu, tetapi setidak-tidaknya nilai-nilai tertentu yang
dipedomani dan dijadikan dasar untuk menentukan sikap atau prilaku dalam
bertindak sehari-hari sehingga membentuk prilaku khas yang disebut kepribadian
(personality).
BAB III
KESIMPULAN
Sebuah keluarga sangat memiliki peran penting
dalam mengatur karakter seorang anak, karena keluarga lembaga pertama yang
dikenal anak sejak lahir. Dan keluarga juga berfungsi untuk membina watak dan
moral anak agar tidak melakukan penyimpangan dalam keluarga maupun masyarakat.
Sekarang kenakalan remaja itu semakin marak, bukan menjadi
berkurang. Para remaja semakin lama semakin suka menentang dan melakukan
penyimpangan sosial dan norma-norma yang berlaku. Misalnya saja seperti
kecanduan obat-obatan terlarang, minum minuman keras, melakukan kriminalitas,
prostitusi dan bunuh diri. Mereka seperti bukan lagi remaja yang terpelajar
yang berperilaku sopan santun dan mematuhi norma-norma yang berlaku.
Sosialisasi adalah
suatu proses belajar seorang anggota masyarakat untuk mengenal dan menghayati
kebudayaan masyarakat dilingkungannya.
Daftar Pustaka
Ahmad Shalaby, Kehidupan Sosial
Dalam Pemikiran Islam, sinar Grafika, 2011.
D. Narwoko. 2007.
Kartini Kartono.
Patalogi Sosial 2 Kenakalan Remaja, jakarta: PT Raja Grapindo Persada,
2003.
Paul Moedikdo.
Kenakalan Remaja.,2007.
Santrok. Kenakalan
Remaja.
Rubington dan Winbreg.
sosialisasi. Tahun: 1999.
Kamus Besar Bahasa Indonesia.
0 Response to "Peran Keluarga Terhadap Kenakalan Remaja"
Post a Comment